Sabtu, 06 Desember 2014

"PERENCANAAN AUDIT" Selamat melakukan audit yah sesuai SA..... goodluck......



PERENCANAAN AUDIT

Komunikasi dengan Auditor Pendahulu (Sebelum Penunjukkan)
Standar pekerjaan lapangan pertama berbunyi: “Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya”. Ini berarti bahwa penunjukkan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor merencanakan pekerjaannya dengan baik sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien.
Permintaan keterangan kepada auditor pendahulu merupakan suatu prosedur yang perlu dilaksanakan, karena mungkin auditor pendahulu dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan. Auditor pengganti harus selalu memperhatikan antara lain, bahwa auditor pendahulu dan klien mungkin berbeda pendapat tentang penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau hal-hal signifikan yang serupa.
Auditor pengganti harus meminta izin dari calon klien untuk meminta keterangan dari auditor pendahulu sebelum penerimaan final perikatan tersebut. Kecuali sebagaimana yang diperkenankan oleh Kode Etik Akuntan Indonesia, seorang auditor dilarang untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dalam menjalankan audit tanpa secara khusus memperoleh persetujuan dari klien. Oleh karena itu, auditor pengganti harus meminta persetujuan calon klien agar mengizinkan auditor pendahulu untuk memberikan jawaban penuh atas permintaan keterangan dari auditor pengganti. Apabila calon klien menolak memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memberikan jawaban atau membatasi jawaban yang boleh diberikan, maka auditor pengganti harus menyelidiki alasan-alasan dan mempertimbangkan pengaruh penolakan atau pembatasan tersebut dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan dari calon klien tersebut. Auditor pengganti harus meminta keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang menurut keyakinan auditor pengganti akan membantu dalam memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:
  1. Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen.
  2. Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau soal-soal signifikan yang serupa.
  3. Komunikasi dengan komite audit' atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian intern.
  4. Pemahaman auditor pendahulu tentang alasan penggantian auditor.

Auditor pendahulu harus memberikan jawaban dengan segera dan lengkap atas pertanyaan yang masuk akal dari auditor pengganti, atas dasar fakta-fakta yang diketahuinya. Namun, jika ia harus memutuskan untuk tidak memberikan jawaban yang lengkap, karena keadaan yang luar biasa, misalnya perkara pengadilan di masa yang akan datang, ia harus menunjukkan bahwa jawabannya adalah terbatas. Apabila auditor pengganti menerima suatu jawaban yang terbatas, maka ia harus mempertimbangkan pengaruhnya dalam memutuskan apakah ia menerima perikatan atau menolaknya.

Pembuatan Surat Perikatan
Sebelum membuat surat perikatan, Auditor terlebih dahulu harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan. Ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien. Misal, untuk mengurangi risiko bahwa klien mempercayai auditor untuk melindungi entitas dari risiko tertentu atau untuk melaksanakan fungsi tertentu yang merupakan tanggung jawab klien. Pemahaman tersebut mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor, dan batasan perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya dan akan lebih baik jika dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Apabila auditor yakin bahwa pemahaman dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau melaksanakan perikatan.
Pemahaman dengan klien dapat dikomunikasikan dalam bentuk surat perikatan (engagement letter) yang berisi:
a.       Tujuan audit adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
b.      Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan pengendalian intern yang efektif terhadap laporan keuangan.
c.       Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin bahwa entitas mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap aktivitasnya.
d.      Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan dan informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor.
e.       Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor yang menegaskan representasi tertentu yang dibuat selama audit berlangsung.
f.       Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mensyaratkan bahwa auditor memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, tentang apakan laporan keuangan bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena itu , salah saji material mungkin akan tetap tidak terdeteksi. Begitu pula, suatu audit tidak didesain untuk mendeteksi kekeliruan atau kecurangan yang tidak material terhadap laporan keuangan. Jika oleh karena sebab apa pun, auditor tidak dapat menyelesaikan auditnya atau tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat, ia dapat menolak menyatakan suatu pendapat atau menolak untuk menerbitkan suatu laporan sebagai hasil perikatan tersebut.
g.      Suatu audit mencakup pemerolehan atas pengendalian intern yang cukup untuk merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan. Suatu audit tidak didesain untuk memberikan keyakinan atas pengendalian intern atau untuk mengidentifikasi semua kondisi yang dapat dilaporkan. Namun, auditor bertanggung jawab untuk menjamin bahwa komite audit atau pihak lain yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab setara akan menyadari adanya kondisi yang dapat dilaporkan yang diketahui oleh auditor.
            Selain itu pemahaman dengan klien juga mencakup hal-hal seperti:
a.       Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (sebagai contoh, waktu, bantuan klien berkaitan dengan pembuatan skedul, dan penyediaan dokumen).
b.      Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika diperlukan.
c.       Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu.
d.      Pengaturan tentang fee dan penagihan.
e.        Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien, seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajenen kepada auditor.
f.        Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk melakukan akses ke kertas kerja auditor.
g.      Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan persyaratan badan pengatur.
h.      Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam hubungannya dengan perikatan.
Persiapan Pelaksanaan Audit
Sebelum melaksanakan audit, seorang auditor harus mempertimbangkan dan menerapkan prosedur perencanaan dan supervisi, termasuk penyiapan program audit, pengumpulan informasi tentang bisnis entitas, penyelesaian perbedaan pendapat di antara personel kantor akuntan.
Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain:
  1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas tersebut.
  2. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.
  3. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan.
  4. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
  5. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.
  6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).
  7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
  8. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian). Auditor juga harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis entitas yang memungkinkannya untuk merencanakan dan melaksanakan auditnya berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Tingkat pengetahuannya harus memungkinkan auditor untuk memahami peristiwa,
  9. transaksi, dan praktik yang, menurut pertimbangannya, kemungkinan mempunyai dampak terhadap laporan keuangan. Tingkat pengetahuan yang umumnya dimiliki oleh manajemen tentang pengelolaan bisnis entitas jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengetahuan mengenai hal yang sama yang diperoleh auditor dari pelaksanaan auditnya. Pengetahuan tentang bisnis entitas membantu auditor dalam:

  1. Mengidentifikasi bidang yang memerlukan pertimbangan khusus.
  2. Menilai kondisi yang di dalamnya data akuntansi dihasilkan, diolah, direview, dan dikumpulkan dalam organisasi.
  3. Menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas sediaan, depresiasi, penyisihan kerugian piutang, persentase penyelesaian kontrak jangka panjang.
  4. Menilai kewajaran representasimanajemen
  5. Mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi yang diterapkan dan kecukupan pengungkapannya.

Auditor harus memperoleh pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifat bisnis entitas, organisasinya, dan karakteristik operasinya. Hal tersebut mencakup tipe bisnis, tipe produk dan jasa, struktur modal, pihak yang mempunyai hubungan istimewa, lokasi, dan metode produksi, distribusi, serta kompensasi. Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi entitas, seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, serta perubahan teknologi, yang berpengaruh terhadap auditnya. Hal lain yang harus dipertimbangkan oleh auditor adalah praktik akuntansi yang umum berlaku dalam industri, kondisi persaingan, dan, jika tersedia, trend keuangan dan ratio keuangan. Pengetahuan mengenai bisnis entitas biasanya diperoleh auditor melalui pengalamannya dengan entitas atau industrinya serta dati permntaan keterangan kepada personel perusahaan.

Penetapan Strategi Menyeluruh
Auditor harus mempertimbangkan metode yang digunakan oleh entitas untuk mengolah informasi dalam perencanaan audit karena metode tersebut mempunyai pengaruh terhadap desain pengendalian intern. Luasnya penggunaan komputer dalam pengolahan sebagian besar data akuntansi dan kompleksnya pengolahannya mempengaruhi pula sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang digunakan oleh auditor. Oleh karena itu, dalam menilai dampak luasnya penggunaan komputer terhadap audit laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
  1. Luasnya penggunaan komputer dalam setiap aplikasi akuntansi.
  2. Kompleksitas operasi komputer entitas, termasuk penggunaan jasa perusahaan pengolahan data dengan komputer dari luar.
  3. Struktur organisasi kegiatan pengolahan data dengan komputer.

  1. Tersedianya data. Dokumen yang digunakan untuk memasukkan informasi ke dalam komputer untuk diolah, arsip komputer tertentu, dan bukti audit lain yang diperlukan oleh auditor kemungkinan hanya ada dalam periode yang pendek atau hanya dalam bentuk yang dapat dibaca dengan komputer. Dalam beberapa sistem komputer, dokumen masukan seringkali tidak ada sama sekali karena informasi secara langsung dimasukkan ke dalam sistem. Kebijakan penyimpanan data yang dibuat oleh entitas mungkin mengharuskan auditor untuk meminta dilakukannya penyimpanan informasi untuk keperluan review atau untuk melaksanakan prosedur audit pada saat informasi tersebut tersedia. Sebagai tambahan, informasi tertentu yang dihasilkan oleh komputer untuk keperluan intern manajemen kemungkinan bermanfaat dalam pelaksanaan pengujian substantif (terutama untuk prosedur analitik).
  2. Penggunaan teknik audit berbantuan komputer (TABK) dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan prosedur audit. Penggunaan teknik ini juga menyediakan kesempatan bagi auditor untuk menerapkan prosedur audit tertentu terhadap keseluruhan populasi akun atau transaksi. Sebagai tambahan, dalam beberapa sistem akuntansi, sulit bahkan tidak mungkin bagi auditor, untuk menganalisis data tertentu atau menguji prosedur pengendalian khusus tanpa bantuan komputer.

Auditor harus mempertimbangkan apakah keahlian khusus diperlukan untuk mempertimbangkan dampak pengolahan komputer terhadap auditnya, untuk memahami pengendalian intern, kebijakan dan prosedur, atau untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit. Jika keahlian khusus diperlukan, auditor harus mencari asisten atau tenaga ahli yang memiliki keahlian tersebut, yang mungkin berasal dari staf kantor akuntannya atau dari ahli luar. Jika penggunaan jasa tenaga ahli tersebut direncanakan, auditor harus memiliki pengetahuan memadai yang bersangkutan dengan komputer untuk mengkomunikasikan tujuan pekerjaan ahli lain tersebut; untuk mengevaluasi apakah hasil prosedur yang telah ditentukan tersebut dapat mencapai tujuan auditor; dan untuk mengevaluasi hasil prosedur

Pembuatan Rencana Audit
            Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas baik dalam:
a)      Merencanakan audit dan merancang prosedur audit, untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup.
b)      Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sebagai dasar memadai untuk mengevaluasi laporan keuangan.

Auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Penaksiran risiko salah saji material (yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) harus dilakukan dalam perencanaan. Dalam mempertimbangkan risiko audit, auditor harus secara khusus menaksir resiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan.
Bilamana auditor menyimpulakan bahwa terdapat resiko signifikan salah saji material dalam laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan kesimpulan ini dalam menentukan, saat, atau luasnya prosedur, penugasan staf, atau perlunya tingkat supervisi yang semestinya. Risiko yang tinggi biasanya memerlukan personel yang lebih berpengalaman, supervisi yang lebih luas dari auditor yang bertanggung jawab akhir atas perikatan yang bersangkutan, atau dapat menyebabkan auditor memperluas prosedur yang ditetapkan, atau memodifikasi sifat prosedur untuk memperoleh bukti yang lebih bersifat persuasif.
Auditor menyadari bahwa risiko audit dan pertimbangan materialitas audit mempunyai hubungan terbalik. Dengan menganggap pertimbangan perencanaan lain tetap sama, jika auditor ingin menurunkan tingkat resiko audit yang menurut pertimbangannya telah memadai untuk suatu saldo akun atau golongan transaksi atau jika ia menginginkan penurunan jumlah salah saji dalam suatu saldo akun atau golongan transaksi yang dianggap material, maka auditor harus melaksanakan salah satu atau lebih langkah berikut:
  1. Memilih prosedur audit yang lebih eektif.
  2. Melaksanakan prosedur audit lebih dekat ke tanggal neraca.
  3. Memperluas prosedur audit tertentu.
Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, resiko audit terdiri dari:
a)      Risiko bawaan, adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko ini adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
b)      Risiko pengendalian, adalah resiko bahwa salah saji material yang terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Bersama dengan resiko bawaan akan menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya.
c)      Resiko deteksi, adalah resiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.

Resiko bawaan dan resiko pengendalian berbeda dengan resiko deteksi. Kedua deteksi sebelumnya, terlepas dari dilakukannya atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Resiko deteksi mempunyai hubungan terbalik dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian. Semakin kecil resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima, dan sebaliknya.

Pembuatan Program Audit
Program audit merupakan merupakan kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis. Ini harus menggariskan dengan rinci prosedur audit yang menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Tujuannya untuk membantu auditor dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan. Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi sesuai dengan keadaan. program audit yang baik harus mencantumkan:
  1. Tujuan pemeriksaan
  2. Audit prosedur yang akan dilaksanakan
  3. Kesimpulan pemeriksaan

Dalam mengembangkan program audit, auditor harus diarahkan oleh hasil pertimbangan dan prosedur perencanaan auditnya. Selama berlangsungnya audit, perubahan kondisi dapat menyebabkan diperlukannya perubahan prosedur audit yang telah direncanakan tersebut. Audit memiliki risiko bawaan dan risiko pengendalian, untuk itu suatu program audit harus didesain untuk mencapai tingkat risiko audit yang sedemikian rendah.

Waktu pelaksanaan prosedur audit
Waktu pelaksanaan (timing) prosedur audit melibatkan pertimbangan apakah prosedur-prosedur audit yang berkaitan telah dikoordinasi dengan seksama. Hal ini meliputi:
  1. Pengkoordinasian prosedur audit yang diterapkan pada saldo dan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.
  2. Pengkoordinasian pengujian atas akun yang saling berkaitan dan pisah batas akuntansi.
  3. Menyelenggarakan pengendalian audit sementara atas aktiva yang telah siap untuk
            negosiasi (misalnya surat berharga) dan secara serentak melakukan pengujian atas
            aktiva tersebut dan kas dan kas di bank, pinjaman bank, dan unsur-unsur lain
            yang berkaitan.
Keputusan mengenai pengkoordinasian prosedur audit yang saling berkaitan harus dibuat dengan mempertimbangkan tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan dan prosedur audit tertentu yang diterapkan, balk untuk sisa periode atau pada akhir tahun, atau keduanya.

Selamat melakukan audit yah sesuai SA..... goodluck......
 

Kamis, 04 Desember 2014

Kurs Pajak yang Berlaku dari 3 Desember 2014 - 9 Desember 2014 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KM.11/2014 tanggal 2 Desember 2014.

Kurs Pajak yang Berlaku dari 3 Desember 2014 - 9 Desember 2014 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KM.11/2014 tanggal 2 Desember 2014.
Bila di situs ini terlambat update silakan mengunjungi situs www.fiskal.kemenkeu.go.id atau www.beacukai.go.id
Untuk mendapatkan update Kurs Pajak dan Informasi Perpajakan lainnya, follow Akun Resmi Direktorat Jenderal Pajak di Twitter:
@DitjenPajakRI


1. Rp 12.200,00   Untuk Dolar Amerika Serikat (USD) 1-
2. Rp 10.397,57   Untuk Dolar Australia (AUD) 1-
3. Rp 10.765,40   Untuk Dolar Canada (CAD) 1-
4. Rp 2.045,37   Untuk Kroner Denmark (DKK) 1-
5. Rp 1.573,38   Untuk Dolar Hongkong (HKD) 1-
6. Rp 3.616,55   Untuk Ringgit Malaysia (MYR) 1-
7. Rp 9.575,05   Untuk Dolar Selandia Baru (NZD) 1-
8. Rp 1.762,97   Untuk Kroner Norwegia (NOK) 1-
9. Rp 19.168,40   Untuk Poundsterling Inggris (GBP) 1-
10. Rp 9.371,64   Untuk Dolar Singapura (SGD) 1-
11. Rp 1.642,24   Untuk Kroner Swedia (SEK) 1-
12. Rp 12.657,97   Untuk Franc Swiss (CHF) 1-
13. Rp 10.332,15   Untuk Yen Jepang (JPY) 100-
14. Rp 11,81   Untuk Kyat  Myanmar (MMK) 1-
15. Rp 196,94   Untuk Rupee India (INR) 1-
16. Rp 41.867,14   Untuk Dinar Kuwait (KWD) 1-
17. Rp 119,82   Untuk Rupee Pakistan (PKR) 1-
18. Rp 271,66   Untuk Peso Philipina (PHP) 1-
19. Rp 3.251,17   Untuk Riyal Saudi Arabia (SAR) 1-
20. Rp 93,05   Untuk Rupee Sri Lanka (LKR) 1-
21. Rp 371,82   Untuk Baht Thailand (THB) 1-
22. Rp 9.372,50   Untuk Dolar Brunei Darussalam (BND) 1-
23. Rp 15.217,79   Untuk Euro  Euro (EUR) 1-
24. Rp 1.986,32   Untuk Yuan  Renminbi Tiongkok (CNY) 1-
25. Rp 11,02   Untuk Won Korea (KRW)    1-

Selasa, 02 Desember 2014

SKEPTISME?

SKEPTISME? 
Skeptisme Profesional (Professional Skepticism) adalah sebuah sikap yang harus dimiliki oleh auditor profesional. Tapi apa sebenarnya skeptisme profesional itu? Di New York, Amrik bahkan ada teater yang menceritakan kisah skeptisme profesional menjadi sebuah drama yang menarik.

Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) tidak secara jelas mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Skeptisme Profesional. Standar Pemeriksaan Ketiga, menyatakan dalam pelaksanaan audit serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.AICPA mendefinisikannya sebagai berikut,

Professional skepticism in auditing implies an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence without being obsessively suspicious or skeptical. The Auditors are expected to exercise professional skepticism in conducting the audit, and in gathering evidence sufficient to support or refute management’s assertion [AU 316 AICPA].

Ada sebuah penelitian menarik tentang Skeptisme Profesional punyanya Shaub dan Lawrence.Mereka menyatakannya sebagai:
‘to seek a balance in client relationships between trust and suspicion’.

Jadi sebuah sikap yang menyeimbangkan antara sikap curiga dan sikap percaya. Keseimbangan sikap antara percaya dan curiga ini tergambarkan dalam perencanaan audit dengan prosedur audit yang dipilih akan dilakukannya.

Dalam prakteknya, auditor seringkali diwarnai secara psikologis yang kadang terlalu curiga, atau sebaliknya terkadang terlalu percaya terhadap asersi manajemen. Padahal seharusnya seorang auditor secara profesional menggunakan kecakapannya untuk ‘balance’ antara sikap curiga dan sikap percaya tersebut. Ini yang kadang sulit diharapkan, apalagi pengaruh-pengaruh di luar diri auditor yang bisa mengurangi sikap skeptisme profesional tersebut. Pengaruh itu bisa berupa ‘self-serving bias‘ karena auditor dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan imbalan dari auditee. Auditor dalam auditnya harus menggunakan kemahirannya secara profesional, cermat dan seksama.

Auditor harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan; menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan.

Senin, 01 Desember 2014

PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN ( Fraud )

PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN 
Internal auditing adalah suatu penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatan-catatan (akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, aran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit.
Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan–kegiatan berikut:
  1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal
  2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen
  3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan
  4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya
  5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen
  6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas
Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditor antara lain memiliki peranan dalam :
a.    Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention)
b.    Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan
c.    Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation).
Kecurangan dan jenis kecurangan
Untuk lebih berhasilnya peran auditor dalam pencegahan dan pendeteksian adanya kecurangan, sebaiknya internal auditor perlu memahami kecurangan dan jenis-jenis kecurangan yang mungkin terjadi dalam perusahaan. G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. 

Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu:
(1) tindakan/the act.,
(2) Penyembunyian/the concealment dan
(3) konversi/the conversion
Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif. Selanjutnya setelah perbuatan pencurian dan penyembunyian dilakukan, pelaku akan melakukan konversi dengan cara memakai sendiri atau menjual persediaan tersebut. Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal.

Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib pajak terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan tempat ia bekerja.

Berkaitan dengan itu Association of Certified Fraud Examinations (ACFE-2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:

a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud),
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.

b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation),
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

c. Korupsi (Corruption),
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

Pencegahan Kecurangan
Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab- sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :
  1. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif.
  2. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
  3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
  4. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
  5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan , biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
  6. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam

mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu ; keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku. ( COSO: 1992)
Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara –cara berikut :
1.         Membangun struktur pengendalian intern yang baik
Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan. Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup menejemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 ( lima ) komponen yang saling terkait yaitu :
a.         Lingkungan pengendalian ( control environment ) menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian mencakup :
·          Integritas dan nilai etika
·          Komitmen terhadap kompetensi
·          Partisipasi dewan komisaris atau komite audit
·          Filosofi dan gaya operasi manajemen
·          Struktur organisasi
·          Pemberian wewenang dan tanggung jawab
·          Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
b.         Penaksiran risiko ( risk assessment ) adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tuuannya, membentuk suatu dasar untuk menenetukan bagaimana risiko harus dikelola.Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut :
·          Perubahan dalam lingkungan operasi
·          Personel baru
·          Sistem informasi yang baru atau diperbaiki
·          Teknologi baru
·          Lini produk, produk atau aktivitas baru
·          Operasi luar negeri
·          Standar akuntansi baru
c.         Standar Pengedalian ( control activities ) adalah kebijakan dari prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur yang dimaksud berkaitan degan:
·          Penelaahan terhadap kinerja
·          Pengolahan informasi
·          Pengendalian fisik
·          Pemisahan tugas
d.         Informasi dan komunikasi ( information and communication ) adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggungjawab mereka. Sistem imformasi mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabiltas bagi aktiva, utang dan ekuitas. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan.
e.         Pemantauan ( monitoring ) adalah proses menentukan mutu kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.
2.         Mengefektifkan aktivitas pengendalian
a.         Review Kinerja
Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.
  
b.         Pengolahan informasi
Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum ( general control ) dan pengendalian aplikasi ( application control). Pengendalian umum biasanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data, pemerosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini berlaku untuk maiframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir (end-user ). Pengendalian ini membantu menetapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya, dan diolah secara lengkap dan akurat.
c.         Pengengendalian fisik
Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.
d.         Pemisahan tugas
Pembebanan tanggungjawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal
3.         Meningkatkan kultur organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah :
a.         Keadilan ( Fairness )
Melidungi kepentingan pemegang saham minoritas dan steakholders lainnnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan peraturan yang berlaku
b.         Transparansi
Keterbukaan ( disclosure ) bagi steakholder yang terkait untuk melihat dan memahami proses suatu pengambilan keputusan /pengelolaan suatu perusahaan. Dalam hal ini terkait pula kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan informasi material kepada pemegang saham /publik dan pemerintah secara benar, akurat, teratur dan tepat waktu.
  
c.         Akuntabilitas ( Accountability )
Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar anggota direksi, komisaris, pemegang saham dan pengawas. Di sini menyangkut pula proses pertanggungjawaban para pengurus perusahaan atas keputusan – keputusan yang dibuat dan kinerja yang dicapai.
d.         Tanggung jawab ( Responsibility )
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada
e.         Moralitas
Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prinsip ini terkandung unsur- unsur kejujuran, kepekaan sosial dan tanggug jawab individu
f.          Kehandalan ( Reliability )
Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan
g.         Komitmen
Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan , dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnnya ( duty of loyalty ) serta menurunkan risiko perusahaan.
Dalam pedoman GCG yang disusun oleh The National Committee on Coprporate Governance (Maret 2000) telah disarankan dengan jelas bagi perusahaan untuk memenuhi 13 (tiga belas) aspek penting yang harus diperhatikan manajemen perusahaan yaitu : Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi, Sistem Audit, Sekretaris Perusahaan, Pihak-pihak yang berkepentingan (steakholders), Keterbukaan,Kerahasiaan, Informasi Orang Dalam, Etika Barusaha dan Anti Korupsi, Donasi, Kepatuhan pada Peraturan Perundangundangan (Proteksi Kesehatan, Keselamatan Kerja , Pelestarian Lingkungan serta Kesempatan Kerja yang sama)
4.         Mengefektifkan fungsi internal audit
Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh manajemen agar fungsi internal audit bisa efektif membantu manajemen dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya adalah :
a.         Internal audit departemen harus mempunyai kedudukan yang independen dalam organisasi perusahaan dalam artikata ia tidak boleh terlibat kegiatan operasional perusahaan dan bertanggungjawab kepada atau melaporkan kegiatannya kepada top manajemen
b.         Internal audit departemen harus mempunyai uraian tugas secara tertulis, sehingga setiap auditor mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya.
c.         Internal audit harus mempunyai internal audit manual yang berguna untuk:
·          mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas
·          menentukan standar yang berguna untuk mengukur dan meningkatkan performance
·          memberi keyakinan bahwa hasil akhir internal audit departemen sesuai dengan requirement dari internal audit director
d.         Harus ada dukungan yang kuat dari top manajemen kepada internal audit departemen . Dukungan tersebut dapat berupa :
·          penempatan internal audit departemen dalam posisi yang independen
·          penempatan audit staf dengan gaji yang cukup menarik
·          penyediaan waktu yang cukup dari top manajemen untuk membaca, mendengarkan dan mempelajari laporan –laporan internal audit departemen dan respon yang cepat dan tegas terhadap saran-saran perbaikan yang diajukan oleh internal auditor
e.         Internal audit departemen harus memiliki sumber daya yang profesional, capable, bisa bersikap objective dan mempunyai integritas serta loyalitas yang tinggi
f.          Internal auditor harus bisa bekerjasama dengan akuntan publik Jika internal auditor sudah bisa bekerja secara efisien dan efektif dan bisa bekerjasama dengan akuntan publik, maka audit fee yang harus dibayar kepada KAP bisa ditekan menjadi lebih rendah karena hasil kerja internal auditor bisa mempercepat dan mempermudah penyelesaian pekerjaan KAP
5.         Menciptakan struktur pengajian yang wajar dan pantas
6.         Mengadakan Rotasi dan kewajiban bagi pegawai untuk mengambil hak cuti
7.         Memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan kecurangan dan berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi
8.         Membuat program bantuan kepada pegawai yang mendapatkan kesulitan baik dalam hal keuangan maupun non keuangan
9.         Menetapkan kebijakan perusahaan terhadap pemberian-pemberian dari luar harus diinformasikan dan dijelaskan pada orang-orang yang dianggap perlu agar jelas mana yang hadiah dan mana yang berupa sogokan dan mana yang resmi
10.      Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka mendeteksi kecurangan karena kecurangan sulit ditemukan dalam pemeriksaan yang biasa-biasa saja
11.      Menyediakan saluran saluran untuk melaporkan telah terjadinya kecurangan hendaknya diketahui oleh staf agar dapat diproses pada jalur yang benar
 Pendeteksian Kecurangan
  
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan.Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Redflag (Fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan.
Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh ACFE tersebut di atas :
1.         Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:
·                analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan.
·                analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentasepersentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi illegal lainnya.
·                analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
2.         Asset Misappropriation (Penyalahgunaan aset).
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan anomalies / gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan / memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang.
Analytical review : suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun sekarang yang mungkin mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda.
Statistical sampling : sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diujisecara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif Vendor or outsider complaints Komplain / keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Site visit – observation : Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah.
Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus pencurian dan penggelapan aset, biasanya terdapat tiga faktor, yaitu:
a.         ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan,
b.         adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan kecurangan yang dilakukan,
c.         adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan tingkatan integritas pelakunya\
3.         Corruption (Korupsi)
Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi. Orang-orang yang menerima dana korupsi ataupun penggelapan dana pada umumnya mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut:
• The Big Spender
• The Gift taker
• The Odd couple
• The Rule breaker
• The Complainer
• The Genuine need
Sedangkan orang yang melakukan pembayaran mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut:
• The Sleaze factor
• The too Succesful bidder
• Poor quality, higher prices
• The one-person operation
Kesimpulan
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai resiko yang dinamakan resiko bisnis (bussiness risk). Termasuk diantaranya adalah resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang tergolong dalam resiko integritas (Integrity Risk).
Menurut ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kecurangan, kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud), penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), dan korupsi (Corruption). Tanda-tanda awal (symptoms) biasanya muncul dalam kasus kecurangan, walau demikian munculnya symptoms tersebut belum berarti telah terjadi kecurangan.
Symptoms ini dikenal dengan nama Red flag, yang seyogyanya dipahami dan digunakan oleh internal auditor dalam melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut untuk mendeteksi adanya kecurangan yang mungkin timbul sebelum dialakuakan investigasi. Setelah memahami jenis-jenis kecurangan, internal auditor perlu memahami secara tepat struktur pengendalian intern yang baik agar dapat melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan.
Menurut COSO, struktur pengendalian intern terdiri atas lima komponen, yaitu:
1.         Lingkungan Pengendalian (Control Environment),
2.         Penaksiran Risiko (Risk Assessment),
3.         Standar Pengedalian (ControlActivities),
4.         Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication),
5.         serta Pemantauan (Monitoring).

Jika struktur internal control sudah ditempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya kecurangan yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksa kecurangan harus mengenal dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur pengendalian intern agar dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.