
“Governance, Syarat Mutlak Bersaing di Era Digital Economy”
Era
digital economy adalah tantangan terbesar penerapan good governance.
Perlu tools yang lebih relevan untuk memecahkan persoalan di abad ke-22.
Revolusi
industri di era digital menghasilkan perubahan radikal dalam berbagai
proses bisnis di dunia. E-commerce sebagai awal mula model bisnis
digital telah mengindikasikan itu. Namun pola bisnis baru ini bukannya
tanpa risiko. Fraud berkembang ke arah baru yang sebelumnya tidak
dikenal di bisnis konvensional.
“Governance
di bisnis e-commerce perlu dipastikan sebelum model bisnis ini menjadi
tulang punggung ekonomi dunia,” ingat Anggota Dewan Pengurus Nasional
(DPN) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Prof. Sidharta Utama.
Corporate
governance bisa dipandang sebagai cara yang ditempuh perusahaan
mengatur dirinya sendiri. Corporate governance dimaksudkan untuk
meningkatkan akuntabilitas perusahaan dan meminimalkan risiko yang
mungkin timbul, baik bagi pihak internal maupun eksternal.
Kegagalan
bisnis, skandal keuangan, dan krisis ekonomi di sejumlah negara, dewasa
ini semakin mengalihkan fokus para pengambil keputusan akan pentingnya
penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik alias good corporate
governance (GCG). Fenomena yang memungkinkan perusahaan untuk tumbuh
berkembang melalui modal atau hutang, ikut memengaruhi kondisi GCG di
kebanyakan perusahaan.
Sejak
1992, lusinan negara telah memulai inisiatif untuk meningkatkan sistem
GCG di negaranya. Di negara-negara Asia, pengembangan GCG di level
perusahaan telah menjadi bagian penting dari reformasi ekonomi dalam
rangka memutus rantai krisis ekonomi yang selalu berulang.
Sebuah
riset dari McKinsey & Company menyebutkan para fund managers di
Asia akan membayar sekitar 26-30% lebih tinggi terhadap saham-saham
perusahaan yang telah teruji mengimplementasikan GCG, ketimbang
perusahaan yang diragukan komitmennya. Itu berarti GCG membuka akses
lebih besar bagi perusahaan ke international capital.
Itu
juga berlaku di dunia digital. Karena itu, aspek governance bisnis
dunia maya itu tetap harus menjadi prioritas layaknya perusahaan bisnis
konvensional. “Bicara governance di perusahaan online sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan yang offline. Tapi mestinya level governance di
e-commerce porsinya lebih tinggi agar aksi fraud bisa dieliminir. Sebab
customer trust menjadi penting di bisnis ini,” lanjut guru besar
akuntansi UI ini.
Implementasi Governance di e-Commerce
Anggota
DPN IAI, Rosita Uli Sinaga menegaskan, bisnis e-commerce memang relatif
kurang dapat dikontrol dengan baik oleh regulator atau pemerintah.
Untuk itu, pemerintah harus segera terlibat untuk memonitoring bisnis
ini, sehingga dapat memastikan GCG-nya. “Monitoring dan controlling
wajib dilakukan karena bisnis ini rentan fraud, terutama untuk website
online yang kurang trusted,” jelas Rosita.
Namun
ia bersyukur, pemerintah sudah mau menyusun roadmap e-commerce,
sehingga governance-nya akan menjadi perhatian utama. “Sama seperti
bisnis konvensional, bisnis e-commerce wajib melakukan registrasi dan
sertifikasi. Dan itu harus dicantumkan dengan jelas di website-nya itu
bahwa bisnis ini memang teregister. Ini untuk menjaga kepercayaan
publik,” jelas Rosita.
Selain
itu, dalam rangka mengusung governance itu perlu juga ditopang assessor
independen untuk meng-assess kebenaran dan keamanannya, agar jaminan
keamanan betul-betul ada. Hal ini pun terjadi di beberapa negara maju
yang sudah unggul dalam bisnis e-commerce.
Pemerhati
e-commerce dari ICT Research, Heru Sutadi, mengakui masalah penipuan di
bisnis ini cukup tinggi. Ia menilai diperlukan adanya sertifikasi atau
akreditasi bagi pelaku bisnis e-commerce sehingga kepentingan publik
terjaga.
“Sertifikasi
akan membuat publik lebih percaya. Karena bisnis ini kan intinya
kepercayaan,” ujar Heru. “Pemerintah perlu juga membuat white list atau
black list bagi pelaku e-commerce. Agar publik semakin mendapat panduan
yang bagus,” imbuhnya.
Evolusi Akuntansi
Technical
Advisor IAI, Ersa Tri Wahyuni mengatakan, tantangan akuntansi bisnis
e-commerce sebagai cikal bakal model bisnis masa depan adalah
reliability system dan model bisnisnya. Bisnis e-commerce yang
tradisional seperti amazon mungkin lebih mudah dipahami. Penghitungan
revenue-nya jelas, ketika barang sudah dikirim. Kemudian e-bay
mendapatkan komisi dari yang penjual barang melalui situs itu. Namun
karena semuanya dilakukan oleh sistem, menurut Ersa, integritas
sistemnya harus bagus dan dapat dipertanggungjawabkan.
Yang
lebih rumit adalah bagaimana perhitungan revenue dari e-commerce lain
semisal Twitter, Facebook, ataupun model e-commerce yang lebih maju.
“Yang seperti ini lebih susah mengukurnya. Memang sih dari pendapatan
iklan, tapi Twitter dan Facebook bisa saja mengklaim bahwa mereka punya
akun sekian juta, padahal banyak akun bodong yang tidak aktif,” jelas
Ersa. “Akun yang diklaim sekian juta itu menjadi network capital dari
e-commerce, tapi sebenarnya bila ditelusuri berapa banyak dari akun
tersebut yang aktif, mungkin angkanya tidak sebesar yang diklaim,” Ersa
menambahkan.
Selain
itu, banyak juga perusahaan e-comerce yang mengapitalisasi biaya
pengembangan website mereka. Padahal belum jelas apakah akan
menghasilkan economic benefit. Khusus untuk hal ini, ada IFRIC/ISAK yang
terkait bagaimana perusahaan bisa mengapitalisasi biaya pengembangan
website mereka. Tidak bisa sembarangan karena harus bisa dibuktikan
bahwa website-nya bisa menghasilkan uang.
Sementara
untuk transaksi bisnis lainnya, Ersa berpendapat tidak ada perbedaan
antara bisnis biasa dengan e-commerce. “Hanya kalau e-commerce semuanya
dilakukan melalui sistem, tapi pada intinya sama. Misalnya revenue
recognition criteria, dan lainnya. Jadi tidak perlu standar akuntansi
yang terpisah,” jelas Ersa.
Namun
tidak menutup kemungkinan ketika business process berkembang sedemikian
rupa, akan ada kebutuhan akan pedoman atau infrastruktur akuntansi
untuk meng-capture perubahan yang terjadi. Karena pada dasarnya,
akuntansi yang merupakan satu subsistem dari makro sistem ekonomi
kapitalis secara langsung maupun tidak langsung menjadikan kapitalisme
berkembang dan menempati kemapanan eksistensi seperti sekarang. Seperti
dikatakan Prof. Iwan Triyuwono, akuntansi mampu memberikan kontribusi
yang besar bagi perkembangan sistem ekonomi kapitalis. Akuntansi juga
akan berevolusi seiring tuntutan zaman karena ia akan terus menjadi
tools untuk memastikan good governance dalam kondisi apapun dapat
diterapkan. *DED/TOM
(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Juni – Juli 2015)
CA, Tentukan Kesuksesanmu!
Kantor Jasa Akuntansi Sentral
Solusi Bisnis
Alamat kami
dapat dihubungi di:
Ruko Malaka Country Blok A/5 Jl. Raya Pondok Kopi, Jakarta
Timur 13460
Telp.
0859-21179451 /081296289597/ 081381491055
E-Mail: sentralsb@gmail.com
http://jasa-laporan-keuangan-pajak-audit.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar